Laporan Wartawan Serambinews.com, Ask
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Aksi pemurtadan dan pembelokan akidah yang dilakukan sejumlah misionaris khusus di Aceh Barat, dinilai melanggar hukum, sebab, kebebasan beragama di Indonesia, termasuk di Aceh, tidak boleh memaksakan seseorang yang sudah memeluk agama tertentu, masuk ke agama lainnya.
"Karena itu, sebelum meluas dan mengganggu ketentraman masyarakat, fenomena yang terjadi dan ditemukan di Aceh Barat itu, harus diselesaikan dengan cepat dan tegas," kata Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Muhammad Nazar, terkait kasus pemurtadan dan upaya pembelokan akidah tersebut, kepada Serambi Indonesia.
Menurut aturan yang ada tentang kebebasan beragama di Indonesia, katanya, seseorang atau suatu kelompok agama tidak boleh memaksakan orang lain yang sudah beragama masuk ke agama lain. Dalam agama Islam sendiri, misalnya, malah diajarkan tidak ada pemaksaan dalam beragama.
"Seseorang atau kelompok orang yang ingin memeluk agama tertentu, haruslah dengan kesadaran sendiri," kata Wagub Muhammad Nazar.
Sayangnya, sebut Muhammad Nazar, ada orang dan kelompok yang beragama lain justru memaksakan orang-orang Muslim pindah agama, ini banyak terjadi bukan hanya di Aceh. Mestinya antarumat yang berbeda agama harus dibangun toleransi, bukan memaksakan umat lain berpindah agama.
"Hal itu, tentunya, sangat bertentangan dengan aturan dan hukum yang ada," katanya.
Lebih jauh, ujar Wagub Muhammad Nazar, aksi misionaris seperti itu dapat menimbulkan masalah baru. Karena itu orang-orang yang bergerilya atau menjadi misionaris yang berkerja memaksakan orang yang sudah beragama pindah ke agama lain haruslah ditindak tegas.
"Pemerintah pusat tidak boleh lamban dengan hal-hal seperti itu, karena kewenangan kebebasan beragama ada di tangan pemerintah pusat. Kami sendiri di Pemerintah Aceh telah melakukan koordinasi intens dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Kementerian Agama dan Dinas Syariat Islam Aceh, untuk menyelidiki dengan baik kasus misionaris di Meulaboh tersebut," kata Muhammad Nazar.
Menurutnya, dengan cara apa pun, mulai dengan cara menghipnotis, alasan memberi bantuan sampai kekerasan yang bertujuan agar orang yang telah beragama mau memindahkan agamanya ke agama lain, itu dapat disebut pemaksaan. "Pemaksaan pemindahan agama itu, baik dalam Islam maupun aturan Negara Indonesia adalah dilarang keras. Pelakunya harus ditindak tegas, tetapi masyarakat tidak boleh bermain hakim sendiri," katanya.
Menurut Wagub Aceh itu, tantangan yang dialami umat Islam saat ini dan ke depan akan semakin dahsyat. Apalagi jika umat Islam tidak berkualitas, tidak memahami dan tidak mempraktekkan agama dengan benar serta terus menerus terpuruk dalam kemiskinan.
"Sebab ada saja di dunia ini orang-orang yang memanfaatkan hal demikian dengan mengajarkan bahwa agama lain lebih benar dan menjamin kehidupan," ujarnya.
Oleh karena itu, ujar Muhammad Nazar, penguatan akidah dan penerapan syariat Islam yang benar harus terjadi dalam seluruh sisi kehidupan dan harus dimulai dalam rumah tangga. "Karena itu pula, masyarakat muslim di Aceh harus lebih memperhatikan keluarganya di bidang agama, dan jangan hanya mencukupkan dengan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah daerah saja," ujarnya.
Pemerintah daerah mengontrol, memfasilitasi, membuat aturan, mengkoordinasikan, menyediakan anggaran dan kelembagaan, tetapi masyarakat harus berpartisipasi aktif juga dalam hal memajukan pendidikan Islam. "Kami sekarang sedang menyelesaikan rencana pembentukan Komisi Pembinaan Keluarga Aceh (KPKA), di mana penduduk muslim di Aceh akan mendapat pembinaan khusus sebelum melaksanakan pernikahan, sehingga paling tidak memiliki nilai dasar tentang agama dan memahami tanggungjawab sebuah keluarga," pungkas Wagub Muhammad Nazar. (*)
0 komentar:
Posting Komentar
komentar anda